Pages

Rabu, 21 Agustus 2019

BUDIDAYA MOINA DENGAN MEDIA CHLORELLA

Kutu air (Moina

Beberapa waktu yang lalu saya sempat survey beberapa lokasi pembudidaya ikan di sekitar Jabotabek (Jakarta, Bogor dan sekitarnya), dari hasil survey tersebut ada beberapa hal kesamaan dalam kendala mereka selama melakukan kegiatan budidaya terutamanya adalah masalah ketersediaan pakan alami yang semakin sulit karena lingkungan yang semakin padat dan terhimpit pembangunan infrastruktur serta limbah-limbah industri dan rumah tangga. Padahal pakan alami itu sendiri merupakan salah satu penentu dalam keberhasilan usaha budidaya ikan. Pemberian pakan yang berkualitas dalam jumlah yang cukup akan memperkecil persentase larva yang mati.
Untuk mengurangi ketergantungan penyediaan pakan alami maka tidak lain tidak bukan kita harus dapat mandiri dengan memproduksi sendiri pakan alami tersebut, saya ambil contoh salah satu pakan alami yang sangat penting bagi pertumbuhan awal larva ikan air tawar adalah kutu air (Moina), pakan alami ini cukup penting keberadaannya karena disamping ukurannya kecil cocok untuk awal-awal umur larva, pakan alami ini juga dapat menjadi substitusi bagi artemia yang keberadaannya kini semakin sulit dan mahal.
Melihat kondisi tersebut saya akan coba berbagi sedikit pengalaman saya mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi pembudidaya ikan dan dapat diterapkan diberbagai daerah namun tentunya dengan beberapa modifikasi atau penyesuaian jika diperlukan karena setiap lokasi mungkin dapat berbeda baik kondisi lingkungannya ataupun bahan baku yang tersedia.
Pakan alami baik fitoplankton maupun zooplankton sesungguhnya dapat diproduksi secara massal pada lingkungan yang terkendali dan memiliki daya toleransi yang tinggi terhadap perubahan lingkungan. Fitoplankton dalam pembenihan dapat berperan ganda, selain dapat ditambahkan secara langsung dalam bak pemeliharaan larva juga dapat digunakan sebagai pakan dalam kultur zooplankton. Salah satu jenis fitoplankton tersebut adalah Chlorella yang juga berperan sebagai pakan/media hidup bagi Moina. Berdasarkan hasil perekayasaan yang telah dilakukan oleh BPBAT Sungai Gelam terhadap budidaya Moina. menunjukkan hasil bahwa Moina dapat tumbuh baik pada media budidaya dengan menggunakan Chlorella dibandingkan dengan media budidaya dari jenis fitoplankton lain (seperti Scenedesmus, dll).

Identifikasi Chlorella
Sebelum kita menggunakan media ada baiknya kita lakukan identifikasi mikroskopis terlebih dahulu, apakah fitoplankton yang kita gunakan merupakan Chlorella atau alga jenis lain. Chlorella merupakan alga hijau yang termasuk dalam kelas Chlorophyceae. Chlorella berbentuk bulat atau bulat telur, hidup soliter, merupakan alga yang bersel tunggal tetapi kadang – kadang bergerombol dan mempunyai kandungan protein sebesar 50%. Diameter sel berkisar antara 2- 8 mikron, berwarna hijau karena klorofil merupakan pigmen yang dominan, dinding selnya keras terdiri atas selulosa dan pektin. Sel ini mempunyai pitoplasma berbentuk cawan, dapat bergerak tetapi sangat lambat sehingga pada pengamatan seakan–akan tidak bergerak dan dapat hidup di air yang menggenang dengan sumber makanan yang cukup, Chlorella ini dapat berkembangbiak dengan cara membelah sel.

Teknik Kultur Chlorella
         Untuk dapat mencapai Chlorella dalam jumlah yang cukup untuk budidaya masal moina maka terlebih dahulu dilakukan kultur secara bertahap mulai dari skala laboratorium, semi outdor sampai dengan skala massal pada bak outdor. 

Berdasarkan hasil uji pendahuluan dan perekayasaan yang telah dilakukan di laboratorium kualitas air Balai Perikanan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Sungai Gelam, maka bahan-bahan untuk chlorella pada skala lab dapat menggunakan bahan-bahan seperti dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. media PHM disajikan pada Tabel.

*)Semua larutan disterilisasi dalam autoklaf selama 20 menit (1 atm) pada suhu 121 OC. Setelah  steril masukkan larutan sbb :

Tabel 2. larutan kimia tambahan


Tabel 3. Stok larutan Trace metal


Selanjutnya media PHM tersebut dimasukan ke dalam erlenmeyer sebanyak 250 ml dan ditutup dengan aluminium foil kemudian sterilkan di dalam autoklaf selama 20 menit (1 atm, 121 OC). Media tersebut kemudian dibiarkan sampai dingin sebelum digunakan sebagai media kultur. Pada kondisi suhu media PHM dingin kemudian dimasukkan larutan FeCl3.6H2O, KH2PO4, Na2EDTA dan inokulan Chlorella. Untuk mencegah adanya kontaminasi dari luar maka tabung erlenmeyer kemudian ditutup rapat dengan sekat karet yang dilubangi 2 buah untuk lubang aerasi.

Gambar Kultur Chlorella skala lab

Selama proses kultur dilakukan pencahayaan dengan lampu neon dan Setelah 7 hari dan warna media terlihat hijau pekat, maka Chlorella dipindahkan ke volume media yang lebih besar secara bertahap yaitu 500 ml,1000 ml dan 3000 ml.
Budidaya massal Chlorella dilakukan pada wadah ber volume 4000 liter. Pada budidaya skala ini dapat dilakukan secara berkesinambungan dengan cara melakukan kultur secara simultan dengan menggunakan beberapa bak semen atau keramik bervolume 4000 Liter.
Adapun prosedur kultur Chlorella  skala massal adalah sebagai berikut  :
  • Air Media sebanyak 3000 liter yang telah disaring dengan filter bag dimasukkan kedalam bak kemudian disterilkan dengan klorin 10 ppm dan diaerasi selama 24 jam.
  • Inokulan Chlorella sebanyak 1000 liter dimasukkan kedalam air media sehingga total volume yang terisi dalam bak pemeliharaan adalah 4000 liter.
  • Pupuk teknis yang terdiri dari : Urea 300 gram, TSP 300 gram, tepung ikan 150 gram, tepung kedelai 150 gram, dan dedak 300 gram dimasukkan kedalam air media bervolume 4000 liter kemudian diaduk dan diaerasi.
  • Chlorella dapat dipanen setelah 7 hari pemeliharaan.
  • Untuk kultur Chlorella tahap selanjutnya dilakukan dengan memindahkan inokulan sebanyak 1000 liter yang disaring dengan filter bag kedalam bak budidaya yang sudah disterilkan dan ditambah dengan air sebanyak 3000 liter yang juga disaring dengan filter bag dan dipupuk dengan dosis pupuk seperti tersebut diatas.

Dengan metode tersebut umumnya pertumbuhan Chlorella akan bergerak secara eksponensial pada hari ke-3 sampai dengan hari ke-7 atau ke-9 dengan tingkat kerapatan sel berkisar antara 9.4 x 104 – 75.6 x 104 sel/ml. Atau dengan rata-rata kepadatan puncak 69.3 x 104.sel/ml bergantung pada kondisi cuaca dan suhu sekitarnya
Selain penggunaan pupuk dan cuaca beberapa hal lain yang juga perlu diperhatikan yaitu kualitas inokulan dan adanya kontaminasi, dua hal tersebut juga cukup berpengaruh dalam menentukan keberhasilan proses kultur Chlorella.

Budidaya Massal Moina
           Setelah produksi Chlorella dirasakan cukup stabil maka usaha untuk budidaya Moina dapat dilakukan, Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam budidaya massal moina, proses tersebut diantaranya adalah sterilisasi wadah, kultur massal Chlorella sebagai media budidaya, inokulasi dan pemeliharaan moina sampai dengan pemanenan.
Wadah yang digunakan dalam hal ini adalah bak beton berkapasitas 30.000 liter, dalam proses sterilisasinya dilakukan pengeringan dan penjemuran selama minimal 24 jam kemudian dilakukan klorinisasi air media dengan dosis 30 ppm. Untuk menghilangkan residu klorin maka ke dalam air media budidaya diberi aerasi kuat selama minimal 24 jam.

Proses selanjutnya adalah pemupukan air media untuk menumbuhkan phytoplankton yang dalam hal ini adalah Chlorella Jenis dan jumlah pupuk tersebut dapat disajikan dalam tabel di bawah ini. 

Tabel 1. Jenis dan dosis pupuk yang digunakan


Setelah dilakukan pemupukan maka pada hari berikutnya dimasukan inokulan Chlorella ke dalam air media kultur,  jumlah inokulan yang dimasukan sebanyak 20 liter dengan kerapatan sel 3.106 – 5.106 sel/ml. Inokulasi Moina dilakukan pada hari keempat saat Chlorella  berada dalam fase eksponen dengan kerapatan sel 5.106-8.106 sel/ml.


Jumlah moina yang dimasukan sebagai inokulan adalah sebanyak 500 gr, hal yang harus diperhatikan dalam proses inokulasi adalah inokulan moina yang digunakan bukan berada dalam tahap naupli ataupun remaja akan tetapi harus merupakan induk produktif yang siap bereproduksi, hal ini bertujuan untuk mempercepat siklus budidaya. Semakin lama proses perkembangan dan pertumbuhan moina dapat beresiko untuk kemungkinan terjadinya kekurangan media Chlorella yang diakibatkan oleh berkurangnya nutrien dalam media tersebut. Setelah 3-4 hari proses kultur maka moina dapat dipanen dan dilakukan sortasi, indikator secara visualnya adalah warna perairan media mulai bening atau kecoklatan. Pemanenan moina dilakukan dengan menggunakan planktonet yang diletakan pada outlet bak kultur. 


Moina yang sudah dipanen dan dibersihkan kemudian dapat dikemas dalam plastik klip untuk selanjutnya disimpan dalam freezer sebagai pakan alami stok bagi larva ikan. Umumnya larva ikan yang menggunakan pakan moina beku ini adalah larva ikan patin, lele, dan banyak ikan hias yang menggunakan pakan tersebut bahkan tidak hanya untuk larva tetapi juga pengganti cacing sutera bagi indukan.
Mungkin kelihatannya agak sedikit rumit prosesnya namun bayangkan jika pembudidaya dapat mandiri dalam hal penyediaan pakan alami tersebut, pastinya akan sangat membantu belum lagi dengan tahapan proses seperti di atas jika dilakukan dalam bak berkapasitas 30 Ton dengan kondisi optimum dapat menghasilkan Moina hingga 10-12 Kg dalam setiap siklusnya.
Sampai disini semoga informasi ini dapat bermanfaat, pada kesempatan berikutnya saya akan bagikan lebih dalam terkait faktor-faktor yang menentukan dalam keberhasilan usaha budidaya Moina.

Selamat mencoba..












Tidak ada komentar:

Posting Komentar